Sepanjang menonton ini, saya dibuat terpana, sesekali terharu, sebelum dibuat lebih terpana lagi.
Sempat menyayangkan, kenapa telat menonton "The Kingdom of Dreams and
Madness" ini. Di sini, tak hanya dapat melihat bagaimana tiga
sahabat (Hayao Miyazaki, Isao Takahata, dan Toshio Suzuki) ini saling
menemukan dan mendorong satu sama lain untuk lebih baik, tapi juga
menonton ini seakan-akan membuat impianmu dilipatgandakan. Terutama
ketika melihat semangat dan kerja keras Miya-san yang luar biasa.
Amat terperanjat sewaktu Miya-san mengaku dirinya menderita
manic-depressive. Bahkan, Miya-san berkata,"Aku harus meminum pil tidur.
Bagaimana lagi aku bisa tertidur?" (Hal ini menambah panjang daftar
orang-orang hebat yang menderita gangguan ini).
Lalu, berbicara
tentang Takahata-san... Dulu saya pernah mengatakan bahwa saya mendapati
ada cukup banyak kesamaan antara saya dan beliau. Dan setelah menonton
ini, keyakinan saya akan hal itu naik semakin tinggi.
Kebalikan
dengan Miya-san yang disiplin dan pekerja keras, menurut Toshio,
Takahata-san tidak pernah menyerahkan filmnya tepat waktu atau sesuai
anggaran. Staf Ghibli lainnya sependapat kalau Takahata-san sangat buruk
dengan penjadwalan. (Nah, ini salah satu kesamaan saya dan
Takahata-san. Dulu, saya pernah ikut sebuah lomba (di bidang seni), dan
pada saat waktunya sudah habis, saya belum selesai dengan karya saya.
Alhasil, juri memberi tambahan waktu dan bilang,"Tenang. Lanjutkan saja.
Saya mengerti, seniman seharusnya tidak bekerja dengan dibatasi waktu."
Kata-kata juri itu masih terekam hingga sekarang. Karena hal itu begitu
berkesan bagi saya)
Nah, kembali membahas Takahata-san--lantaran sifat beliau yang unik
itu, Toshio sampai berkata, "Dalam usaha membuat film Takahata berhasil
tercapai, aku membutuhkan seseorang yang bisa bersama dia 24 jam
sehari."
Bahkan Miya-san tak segan-segan mengatakan kalau
Takahata-san memiliki gangguan kepribadian lantaran tak mengerti lagi
tentang kenyentrikan sahabatnya yang satu itu. Miya-san juga bilang
kalau sebenarnya Takahata-san berusaha untuk tidak menyelesaikan
filmnya.
Yah, tapi syukurlah, walaupun hampir semua orang sudah
tidak yakin film garapan Takahata-san rampung, akhirnya pada November
2013, "The Tale of the Princess Kaguya" akhirnya tayang dan dikabarkan
menjadi karya terakhirnya. Butuh waktu 14 tahun bagi beliau untuk
membuat karya lagi setelah My Neighbors the Yamadas (1999).
Saya melihat betapa unik hubungan antara Miya-san dan Takahata-san.
Keduanya bersahabat, memuja satu sama lain, namun bersaing dengan
keunikan karyanya masing-masing. Sejujurnya, sangat tidak adil bila
harus membandingkan karya keduanya. Sebab, karya mereka adalah gambaran
kepribadian mereka sendiri. Orang-orang di sekeliling bahkan tak tahu
siapa yang cahaya dan siapa yang bayangan di antara keduanya.
Miya-san selalu membuat karya tentang dunia yang penuh sihir, keindahan
dan keajaiban, sementara Takahata cenderung mengajak kita merenung dan
menutup karyanya dengan kesedihan yang getir.
Hal yang membuat saya tersenyum adalah fakta bahwa Miya-san menyebut Takahata paling tidak satu hari sekali.
Sayang sekali, di sini tak banyak menyorot Takahata. Hampir seluruhnya
adalah tentang Hayao Miyazaki. Hal ini semakin memperjelas gambaran
misterius seorang Isao Takahata di benak saya. Orang yang kabarnya
seorang perenung sejati.
Lalu, saat obrolan bergulir membahas
tentang masa depan Studio Ghibli, di situ saya benar-benar merasa sedih
sebelum akhirnya terpesona dengan jawaban Miya-san tentang hal itu.
"Masa depannya sudah jelas," begitu kata Miya-san. "Aku sudah bisa
melihatnya. Untuk apa khawatir. Itu tidak bisa dihindarkan. "Ghibli"
hanyalah nama acak yang kudapatkan dari sebuah pesawat terbang. Itu
hanyalah sebuah nama."
0 komentar:
Posting Komentar