TELL ME GOODBYE # 3


Author : Wintervina
Genre  : Romance-Comedy
Type   : Multi-chapter
Cast    :


-Yuya Takaki as Draco Malfoy
-Kei Inoo as Hermione Granger
-Ryutaro Morimoto as Harry Potter
-Yuto Nakajima as Ronald Weasley
-Yuuri Chinen/Yuuri Nakajima as Ginny Weasley
-Hikaru Yaotome as Blaise Zabini
-Keito Okamoto as Theodore Nott
-Ryosuke Yamada/Ryoko Yamada as Pansy Parkinson
-Jhonny Kitagawa as Severus Snape
-Kouta Yabu as Argus Flich
-Daiki Arioka as Madam Pomfrey


---------------------------------------------------------------------------------


Chapter  3



Dengan waspada kedua kakak beradik itu memasang perangkap mistletoe di lorong gelap yang menghubungkan asrama ketua murid dengan aula besar. Mereka sangat yakin lorong itu adalah tempat yang paling strategis. Mengingat lorong itu adalah jalan keluar-masuk ketua murid yang paling sering digunakan. Namun kedua saudara itu saling bertatapan cemas saat mendengar langkah kaki yang berjalan mendekati mereka.

“Yuto, apa kau dengar suara langkah itu?” tanya Yuuri dengan mimik cemas.

“Tentu saja. Well, Yuuri kurasa sudah saatnya kita pergi dari sini. Sebelum kita dihukum karena melanggar jam malam,” ujar Yuto menyarankan kepada adik perempuannya itu.

Dengan hati-hati kedua kakak-adik itu setengah berlari menjauhi lorong gelap itu dan kembali ke asrama mereka— yang untungnya dengan selamat.  Namun selang beberapa waktu setelah kepergian mereka, seseorang berdiri mematung di lorong yang gelap dan sunyi itu—kehilangan seluruh kemampuan bergeraknya.

***


Kei berjalan tergesa-gesa melewati lorong panjang yang gelap dan sunyi—masih dengan bersungut-sungut. Sesekali ia merapatkan mantel hangat yang ia kenakan. Ya, cuaca malam ini terasa begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Kalau saja ia tak memiliki kewajiban berpatroli karena jabatannya sebagai Ketua Murid, tentu saja saat ini ia akan memilih untuk menghabiskan waktunya terlelap tidur di kamarnya dengan diselimuti selimut tebal yang hangat. Ah, tidak! Tidak! Kenapa ia jadi berpikir seperti ini?


Tapi irama langkahnya tiba-tiba saja berubah menjadi jauh lebih pelan dari yang sebelumnya saat melihat sesuatu yang tak jauh dari hadapannya. Ia memicingkan matanya berusaha memperjelas penglihatannya di balik kegelapan yang menguasai lorong panjang itu. Aneh. Siluet itu lebih tampak seperti seseorang dibandingkan sesuatu. Tapi kalau memang itu orang, kenapa tak bergerak sama sekali dari tadi? Sungguh aneh. Itulah yang dipikirkan Kei sejak tadi. Untuk berjaga-jaga, Kei mencengkeram tongkat sihirnya yang terselip di saku bajunya. Dengan hati-hati dan langkah berdebar ia berjalan mendekati sesuatu atau seseorang mungkin—entahlah ia sendiri pun tak tahu. Ia sudah menyiapkan berbagai mantra untuk berjaga-jaga dan melindungi dirinya. Ia tahu Hogwarts adalah tempat teraman di seluruh Britania Raya, tapi siapa yang tahu? Walau pun kecil sekali kemungkinannya, bisa saja kan ada orang jahat atau bahkan Pelahap Maut yang menyelundup masuk? Oh, pikirannya sudah berkelana jauh lantaran memikirkan sosok yang semakin dekat dengannya saat ini. Tapi tunggu dulu! Ini memang seseorang! Ya, tak salah lagi! Tapi kenapa rasanya ia sangat mengenali tekstur tubuh yang ada di hadapannya saat ini?? 

“Takaki!!” ujar Kei terperanjat saat melihat siapa sosok berjubah yang ada di hadapannya.

“Inoo, untunglah kau datang! Tolong bantu aku!” ujar pemuda jangkung di hadapannya yang tak lain adalah Yuya Takaki—pemuda nomor satu dalam daftar orang  yang paling dibencinya di Hogwarts.


Mendengar permohonan Yuya barusan, hampir saja Kei lupa untuk bernapas barang beberapa detik. Bagaimana tidak? Seorang Takaki yang ia tahu, paling anti meminta tolong kepada orang lain—terlebih kepada darah lumpur sepertinya yang notabene paling dibencinya seumur hidup.

“Inoo! Kenapa kau masih diam saja?!! Cepat tolong aku!” teriak pemuda jangkung itu dengan emosi.


Mendengar teriakan Yuya, Kei segera terjaga dari lamunannya. Ia memandang sosok di hadapannya secara seksama! Celaka!! Ia berharap apa yang dilihatnya itu tidak benar. Tumbuhan mistletoe yang menjalar dengan bangga di langit-langit tepat di atas tempat di mana  Yuya berdiri itu membuatnya memilih untuk segera pergi saja dari lorong gelap itu dan melupakan permintaan bodoh Yuya agar ia mau membantunya!

Astaga!!  Apa?! Bagaimana mungkin ia yang menolong Yuya dari jeratan mistletoe itu?! Iya, Yuya Takaki Si Brengsek Mesum itu akan tertolong, tapi bagaimana dengan dia?! Nasibnya akan dipertanyakan setelah ia menolong Yuya. Sungguh jika boleh memilih, ia tentu tanpa satu pun keraguan akan lebih memilih mencium kodok dibanding mencium Yuya yang menurutnya adalah iblis dengan wujud manusia itu. Apalagi ia kan tak pernah ciuman sebelumnya. Menolong Yuya sama artinya ia memberikan ciuman pertamanya—yang baginya adalah hal yang paling berharga—kepada manusia bejad dengan otak mesum dan mulut kotor yang selalu digunakan untuk menghinanya setiap hari—bahkan setiap detik mungkin.  Oh, tidak! Tidak! Demi janggut Merlin, ia tak boleh memberikan ciuman pertamanya pada si iblis itu!

“Bagaimana kalau aku tak ingin menolongmu?” tanya Kei dengan senyum penuh kemenangan melihat lawannya yang tak berdaya di hadapannya. Mendengar itu, Yuya menatapnya berang sementara rahangnya semakin mengeras sempurna.

“Kau HARUS menolongku, Inoo! Dengar!”

“Demi apa aku mesti menolong orang yang selalu menghinaku dan hanya bisa mencetak kata-kata sampah seperti kau, Takaki?! Dan apa kau tak pernah diajarkan sopan santun oleh orang tuamu, eh?” Kei mendelik ke arah Yuya yang masih memasang tampang arogan yang paling memuakkan seperti biasa. Melihat itu Kei kembali mengalihkan pandangannya dari pemuda angkuh itu dan kemudian melipat kedua tangannya di depan dadanya. ”Kalau begini caranya kau meminta pertolongan, kujamin tak ada satu pun orang yang sudi menolongmu...”

“Lantas aku harus bagaimana?! Kau jangan bertele-tele seperti itu!” Yuya semakin bertambah kesal demi mendengar segala perkataan gadis berambut surai singa di hadapannya.

Kei tersenyum memandang Yuya sambil kemudian bergumam,”Kau hanya perlu mengawali permohonanmu dengan kata ’tolong’,” ujar Kei menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman paling sempurna—lebih tepatnya sempurna untuk membuat Yuya ingin menghadiahi mantra kutukan apa saja padanya saat ini juga. Tapi—tidak! Ia tak boleh melakukannya saat ini. Lagi pula ia juga tak akan bisa melakukannya dalam keadaan tubuhnya yang tak ada bedanya dengan sebongkah batu saat ini. Ia harus bersabar. Ya, bersabar. Sebab hanya Kei satu-satunya yang bisa ia harapkan saat ini untuk membebaskannya dari jeratan mistletoe— yang entah milik orang bodoh dan kurang kerjaan mana yang jika saja nanti ia tahu pemiliknya akan ia beri perhitungan!

“Baiklah, kalau itu maumu, Miss Inoo! Tolong lepaskan aku!! Cepat!!”

Mendengar itu Kei hanya bisa mendengus kesal.

“Sudah kuduga, kau pasti tak akan bisa melakukannya...”, Kei menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Yuya dengan pandangan meremehkan,”Dengar, Takaki! Orang buta sekali pun yang tak bisa melihat wajah monster yang kau ciptakan bisa tahu bahwa kau bukannya sedang meminta tolong tadi, tapi lebih cocok bila dikatakan memaksa!! Apa aku harus mengajarmu juga bagaimana nada meminta tolong yang baik dan benar?” Kei lagi-lagi tersenyum. Kali ini jauh lebih manis. Manis untuk membuat Yuya semakin ingin mengutuknya.

“Kau benar-benar memanfaatkan keadaanku sekarang untuk balas dendam padaku ya, Inoo?!” Yuya menghela napas, seperti sedang berpikir keras,”Kau tahu sendiri 'kan kelemahanku?! Bagaimana mungkin seorang Takaki sepertiku mengemis-ngemis pertolongan pada kau yang—seorang darah lumpur— maksudku.”

Mendengar apa yang baru saja dikatakan pemuda jangkung di hadapannya itu membuat hati Kei sakit sekali. Ia sungguh tak percaya, bagaimana mungkin pemuda ular di hadapannya masih saja bisa mengatainya dengan kata-kata menyakitkan dalam posisinya yang mengenaskan seperti itu. Dengan sigap ia membalikkan tubuhnya dan siap melangkah secepat mungkin menjauhi Yuya di lorong gelap itu. Membiarkan Yuya membeku kedinginan di lorong itu sampai ada orang yang sudi menolong iblis tak tahu terima kasih sepertinya. Yeah, Kei rasa semua itu pantas didapatkan oleh Yuya mengingat bagaimana kelakuan pemuda itu selama ini yang tentunya sangat dan teramat memuakkan.

“Inoo!! Kau mau kemana, eh?!!” teriakan Yuya membuat Kei memalingkan tubuhnya sejenak—menatap Yuya dengan tatapan sinis—mungkin lebih sinis dari yang bisa Yuya berikan selama ini padanya dan teman-teman Gryffindornya.

“Tentu saja berpatroli. Kau tahu 'kan aku ini Ketua Murid?” ujar gadis berambut ikal itu mengukir senyum penuh ejekan.

“Ap—Tapi—aku juga 'kan Ketua Murid! Dan tentu saja kita akan berpatroli bersama! Bukan begitu, Inoo??” Ada nada kecemasan dan ketakutan yang terdengar di balik kalimat yang baru diucapkan oleh Yuya. Yeah, siapa yang tidak takut mati beku di lorong gelap dan sunyi itu sendirian?

Kei menautkan kedua alisnya, menatap Yuya dengan tak berkedip, ”Apa maksudmu dengan ‘Kita’ akan berpatroli bersama itu, Takaki?”


“Jadi kau tak ingin menolongku, begitu?!”

“Iya! Benar sekali, Takaki! Kenapa? Ada masalah dengan itu?” Kei kembali merapatkan mantel hangatnya sebelum membalikkan kembali tubuhnya,”Well, kurasa sudah waktunya aku untuk berpatroli. Selamat tinggal, Takaki. Kurasa ini malam yang paling menyenangkan untukmu.” Kei pun melangkahkan kakinya dengan pasti.

“To—tolong—tolong lepaskan aku dari sini—Dar—err—maksudku Miss—Miss Inoo,” ujar Yuya akhirnya.

Kei segera membalikkan tubuhnya dan menatap tak percaya ke arah Yuya yang kini menatapnya dengan memelas—walaupun Kei merasa hal itu hanya akan bisa terjadi di dalam mimpinya saja.

“Apa? Kau barusan mengatakan apa, Takaki? Err—maaf, aku tak mendengarnya,” goda Kei sambil menahan dirinya sekuat mungkin untuk tak tersenyum apalagi tertawa. Bagaimana tidak? Ini adalah hal yang paling bersejarah dalam hidupnya. Mendengar seorang Takaki mengemis memohon bantuannya dengan nada yang semanis itu. Apa? Ia baru saja mengatakan pemuda mesum itu manis? Oh, tidak! Otaknya pasti saat ini sedang kacau!

“Tak kusangka kau lebih menyebalkan dari yang kuduga sebelumnya, Inoo! Huhh! Oke. Dengarkan baik-baik. Kuharap pendengaranmu oke walau aku curiga rambut surai singamu itu menjadi penyebab ketulianmu!” Kei menggertakkan giginya menahan kesal mendengar segala cemoohan Yuya,” Tol—Tolong—Oh!!—Tolong lepaskan aku Miss—Miss Inoo...”


“Kau serius ingin meminta bantuan pada darah lumpur menjijikan sepertiku?” Kei berjalan menghampiri Yuya hingga wajah mereka tinggal berjarak beberapa senti saja lagi,”Aku khawatir saja darah murnimu yang kau banggakan akan ternodai hanya karena kau dicium oleh Darah Lumpur sepertiku, bukan begitu Takaki?”

“Sudahlah, Inoo! Kalau kau tak ingin membantuku, jangan berbelit-belit seperti ini! Kau tahu sendiri 'kan aku paling tidak suka—“

Kata-kata Yuya terhenti begitu saja saat merasakan sesuatu yang hangat tiba-tiba membungkam bibirnya...

***

To Be Continue...



Bagikan Yuk :




Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar