TELL ME GOODBYE # 2


Author : Wintervina
Genre  : Romance-Comedy
Type   : Multi-chapter
Cast    :


-Yuya Takaki as Draco Malfoy
-Kei Inoo as Hermione Granger
-Ryutaro Morimoto as Harry Potter
-Yuto Nakajima as Ronald Weasley
-Yuuri Chinen/Yuuri Nakajima as Ginny Weasley
-Hikaru Yaotome as Blaise Zabini
-Keito Okamoto as Theodore Nott
-Ryosuke Yamada/Ryoko Yamada as Pansy Parkinson
-Jhonny Kitagawa as Severus Snape
-Kouta Yabu as Argus Flich
-Daiki Arioka as Madam Pomfrey

---------------------------------------------------------------------------------


Chapter  2



Tak ada satu pun murid yang sanggup mengeluarkan suara bahkan bisikan samar sekalipun saat Jhonny melangkah semakin mendekat ke arah dua orang pemuda yang berdiri di sudut kiri ruang itu. Salah satu pemuda kentara sekali menahan gemetar di tubuhnya saat jarak Jhonny pada mereka hanya tinggal hitungan jengkal lagi. Sementara pemuda satunya lagi malah menatap Jhonny dengan tatapan tajam dan siap menyerang.

Jhonny menghela napas sesaat sebelum akhirnya menarik sedikit sudut bibirnya membentuk seringai dingin— yang bahkan orang paling idiot sekalipun tak ingin menyaksikannya lebih lama.

“Kau lagi Mr. Morimoto! Bisakah sehari saja kau tak mencari keributan di sini?! Tak kusangka kau begitu mirip ayahmu. Sama-sama pembuat onar! Kau pikir sekolah ini tempat mendidik berandalan sepertimu? Sungguh kau salah besar Mr.Morimoto!” sekali lagi Jhonny menggoreskan seringai yang paling memuakkan khusus untuk disajikan pada Ryutaro. ”Aku tak peduli apapun gelarmu selama ini, bagiku kau adalah sama dengan anak-anak lain di sini! Jika kau pikir dengan nama dan kisah hidupmu yang melegenda aku dapat melunak padamu,  kupastikan kau salah besar, Mr.Morimoto”.

Mendengar itu, Ryutaro menjadi emosi. Ingin rasanya ia merapalkan kutukan-kutukan mematikan bagi Jhony Kitagawa saat itu juga. Entah kenapa ia merasa Jhonny tak pernah menyukainya. Sedetik pun tak pernah. Aneh. Memangnya apa salahnya hingga harus menerima segala kebencian Jhonny yang menurutnya tanpa alasan itu?

“Maaf, Sir. Kau boleh saja menghina aku sepuas hatimu. Sungguh, aku sudah sangat kebal dengan hinaanmu! Tapi tolong jangan hina Ayahku!” ujar Ryutaro dengan setengah berteriak. Hal itu membuat semua murid-murid yang ada di ruangan itu menatap tak percaya pada anak dengan tanda bekas luka menyerupai sambaran petir yang terpahat jelas di dahinya. Yeah, setidaknya semua orang dengan melihat tanda di dahi itu akan kagum dan segan padanya. Dialah anak-yang-bertahan-hidup. Sang Ryutaro Morimoto yang namanya melegenda sejak berhasil lolos dari serangan Kau-Tahu-Siapa yang berniat untuk membunuhnya bertahun-tahun lalu.

Semua murid terdiam. Bahkan Yuto lupa untuk mengerjapkan matanya selama beberapa menit. Masih terbelalak menatap sahabat sekamarnya yang terkenal sangat tenang dan tak banyak omong kini malah sedang berteriak kepada Jhonny Kitagawa—yang menghayalkannya barang sedetik saja Yuto tak berani. Tapi ia di sini sekarang. Tertegun. Menyaksikan betapa besar nyali sahabatnya itu yang baginya sama halnya dengan menantang maut.

Well, sudah berani berteriak padaku, Mr.Morimoto? Potong 50 poin dari Gryffindor!” ujar Jhonny dengan nada dingin dan ekspresi datar. Mendengar itu, Ryutaro refleks mengepalkan kedua tangannya, menahan amarahnya yang membuncah  pada pria berjubah hitam yang di matanya tak lebih dari  monster kelelawar yang berhati busuk—atau bahkan ia sendiri meragukan lelaki tua bangka itu masih memiliki apa yang disebut dengan hati.

Jhonny membalikkan tubuhnya membelakangi Ryutaro. Sesaat ia menoleh beberapa detik ke arah Ryutaro dan berkata,”Usai pelajaran ini, kau sudah boleh menemuiku di ruanganku untuk detensi. Kuharap kau tak lupa, Mr.Morimoto,” ujarnya kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.

***


Di sinilah saat ini pemuda itu. Ruang rekreasi Gryffindor. Tampak sekali ia sedang dalam keadaan tak baik bila dilihat dari raut wajah kusutnya yang jarang sekali ditampakkannya. Melihat hal itu, kedua temannya dengan ragu berjalan menghampiri pemuda itu dan dengan hati-hati duduk di sampingnya.

“Ryuu...,” ujar Kei memecah kesunyian yang menguasai mereka,”apa kau baik-baik saja?” Kei menatap wajah pemuda yang duduk di sampingnya itu lekat-lekat, seolah meminta jawaban atas segala kecemasannya.

“Yeah, seperti yang kalian lihat, aku oke,” sahut Ryutaro tanpa memandang sahabatnya. Ada nada keengganan yang terselip di balik perkataannya.

“Sayang sekali, aku tak melihat seperti itu,” ujar Kei lagi sementara Yuto masih tak berani untuk berbicara pada sahabatnya itu demi melihat raut wajah Ryutaro yang sedang tak bersahabat. ”Masalah di kelas ramuan tadi—“

“Cukup, Kei! Aku tak ingin membahasnya lagi!” ujar Ryutaro dengan nada tinggi, berusaha menahan kekesalannya namun gagal. Entah kenapa mengingat Jhonny barang sedetik saja bisa membuatnya kesal bukan main.

“Oke, oke. Aku tak akan membahas itu lagi. Aku hanya—“

“Ryuu~!!” teriakan halus dan terselip nada kecemasan itu membuat ketiga trio emas Gryffindor serta merta menatap ke ambang pintu masuk ruang rekreasi. Hanya beberapa detik setelahnya, Ryutaro dapat merasakan hangatnya pelukan dari gadis yang tadinya memanggilnya.

Setelah melepas pelukan singkatnya, gadis itu menatap cemas ke arah Ryutaro.

“Yuuri—“

“Ryuu, benarkah yang kudengar tadi dari anak-anak Slytherin bahwa kau membuat masalah di kelas ramuan Professor Kitagawa? Bahkan kudengar kau mendapat detensi darinya.” Yuuri memotong perkataan Ryutaro dan melontarkan pertanyaan yang sama sekali tak ingin didengar oleh Ryutaro—setidaknya tidak untuk saat ini.

“Ryuu—“

“Baiklah, Yuuri. Aku memang mendapat detensi dari Kitagawa hanya atas kesalahan yang tak ada kulakukan.”

“Jadi bukan kau yang meledakkan ramuan itu?” ujar Kei terdengar kaget, begitu pula Yuto dan Yuuri.

“Apa kau pikir aku sebodoh itu untuk melakukannya, Kei?” ujar Ryutaro sarkastis, ”yeah, walau pun aku tak sehebat kau, tapi paling tidak otakku tak separah yang Kitagawa pikirkan!”

Mendengar itu, Kei semakin menatap tajam ke arah Ryutaro. Berharap dengan begitu sahabatnya itu dapat segera menuntaskan rasa penasaran dan keingintahuannya akan pelaku ledakan sebenarnya di kelas ramuan tadi. ”Jadi kalau kau bukan pelakunya—“

“Tentu saja kepada Yaotome-lah seharusnya detensi Kitagawa dialamatkan! Tapi mimpi jika kau mengharapkan keadilan darinya! Seperti yang telah kalian tahu, betapa pun besarnya kesalahan yang dilakukan anak-anak Slytherin, Kitagawa akan selalu melindungi mereka,” ujar  Ryutaro dengan nada geram dan kebencian yang tak bisa disamarkan. Mendengar itu hawa kebencian yang ada pada Ryutaro serta merta menjalar pada Kei, Yuto, maupun Yuuri dengan cepat. Mereka kesal sekali dengan pembedaan perlakuan Kitagawa yang sangat mencolok terhadap anak-anak licik dengan simbol ular—Slytherin.

***


Mengabaikan sekelilingnya, Kei memacu langkahnya semakin cepat. Rambut ikal panjangnya yang dibiarkan menjuntai hingga sepinggang itu sepintas mirip surai singa—mengembang dan terkesan berantakan. Namun tentu saja pikirannya sama sekali tak tepusat pada penampilannya saat itu. Sejak ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang rekreasi Gryffindor tadi, seluruh pikirannya hanya tersita pada ketidakadilan yang lagi-lagi harus didapat oleh sahabatnya—Ryutaro. Entah sudah keberapa kalinya Kitagawa berlaku tak adil kepada asramanya—Gyffindor—hanya lantaran menolong anak-anak Slytherin yang faktanya otak kejahatan dan biang keladi dari semua bencana yang ingin ditutupi Kitagawa.

Sesampai di depan pintu asramanya—asrama ketua murid tepatnya—Kei membuka pintunya dengan sedikit kasar mengingat emosi yang dibendungnya sejak tadi. Dan nampaknya emosi yang dibendungnya harus meluap manakala melihat siapa pemuda yang tanpa berdosa tengah membaringkan tubuh jangkungnya di atas sofa ruang rekreasi asramanya. Mengabaikan pemuda itu yang masih menatapnya dengan tatapan menyelidik, Kei menghempaskan tubuhnya dengan kasar di atas sofa empuk yang posisinya berseberangan dengan sofa tempat di mana mahluk dalam daftar pertama yang paling dibencinya merebahkan tubuhnya dengan damai sentosa. Melihat itu, emosi Kei semakin memuncak.

“Lama sekali Inoo,”ujar pemuda itu mendengus kesal. ”Dari mana saja kau sampai baru datang selambat ini? Bukankah seorang Inoo yang kutahu paling disiplin waktu, bukan begitu?” ujarnya dengan seringai busuk yang membuat Kei kembali menyerapah di dalam hatinya.

“Wow, tak kusangka kau menungguku,Takaki,” ujar Kei yang kemudian dapat melihat ada rona yang terbentuk di pipi tirus pemuda yang sedang rebahan di sofa berseberangan dengannya. ”Dan sejak kapan kau ingin tahu segala hal yang kulakukan?”

Mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut Kei itu serta merta membuat Yuya terbangun dan menatap Inoo dengan tatapan ‘berhentilah-berbicara-konyol-seperti-itu-atau-kau-akan-kuhajar. Namun bukannya gentar, Kei malah semakin tersenyum penuh kemenangan ke arah Yuya. Yeah, jangan harap Kei akan gentar dengan pemuda busuk Slytherin yang paling arogan itu. Tidak. Ia tak pernah gentar. Jangan pernah ragukan darah Gryffindornya. Karena ia dapat saja menerkam dengan ganas layaknya singa pada ular idiot yang ada di hadapannya saat ini juga bila ia inginkan.

Well, aku memang menunggumu, Inoo. Namun jangan lekas berbesar hati dulu. Kau pikir kau siapa? Hanya gadis darah lumpur kotor yang sungguh mati tak akan kulirik sedetik pun,” Yuya merapikan bajunya dan membetulkan posisi jubahnya yang sedikit berantakan. ”Hahaha, demi Merlin, pria setampan aku tentunya tak pernah bermimpi—atau bahkan tak berani membayangkan sedetik saja—memiliki kekasih dengan rambut mengembang yang tak ada bedanya dengan surai singa itu.”

Mendengar perkataan Yuya yang sarat penghinaan akan dirinya, Kei dengan spontan meraba rambutnya. Well, memang tak lebih baik dari yang bisa diharapkannya. Namun mirip surai singa? Oh, tidak! Itu sama sekali terlalu melebih-lebihkan! Sungguh rasanya ia ingin merapalkan kutukan apapun yang dapat menghentikan mulut busuk Yuya itu menggumamkan kata-kata nista pada dirinya.

“Kau pikir aku bangga punya kekasih dengan mulut yang busuk yang hanya bisa mencetak kata-kata sampah tak bermoral sepertimu? Aku sampai bingung bagaimana bisa Yamada tahan menghabiskan sepanjang hari bersama manusia yang hobi menghina orang sekelas kau!”

Kei lega setelah mampu mengeluarkan kata-kata hinaan balik kepada Yuya. Yeah, ia paling tidak suka bila kalah beradu mulut dengan pria jangkung kebanggaan Slytherin itu.

“Tentu saja kata-kata sampahku kucetak khusus hanya kepadamu, Inoo. Kau pikir apa alasanku hingga aku mengeluarkan kata-kata serupa pada Ryoko?”ujar Yuya menyeringai yang ia pikir dengan begitu ia terlihat keren—sayangnya Kei tidak menganggapnya begitu. Ia pun berjalan mendekati pintu namun seketika berhenti dan memberi tatapan membunuh pada Kei yang saat itu masih duduk manis dengan tampang tak berdosa di tempatnya.

“Dan perlu kau tahu, Inoo. Alasan satu-satunya yang paling masuk akal kurasa tentang kenapa aku perlu tahu kemana kau menghabiskan waktumu dengan terlambat tiba di asrama adalah karena sejak setengah jam lalu kita seharusnya telah memulai patroli seperti biasa. Oh, kuharap kau tak berpura-pura amnesia akan hal ini,” ujar Yuya yang kemudian menghilang dari ruang rekreasi ketua murid, menyisakan Kei yang terperanjat dan setelah sadar buru-buru menyusul Yuya yang mungkin telah jauh berjalan.

Yeah, Kei dan Yuya—mereka berdua adalah ketua murid putri dan ketua murid putra yang terpilih sejak awal tahun ini. Semula Kei sangat senang bukan main saat mengetahui dirinya terpilih menjadi ketua murid putri tahun ini. Namun segala kebahagiaannya berubah menjadi bencana saat tahu siapa yang menjadi partnernya sebagai ketua murid putra. Well, ini jauh lebih sempurna dari yang pernah Kei bayangkan sebelumnya. Menempati asrama yang sama dengan seorang darah murni bertitel Yuya Takaki yang menjadi rahasia umum paling anti dengan darah lumpur sepertinya. Yeah, darah lumpur. Sebutan yang sangat manis dari Yuya untuknya hanya karena ia kelahiran muggle—manusia non sihir.

Well, kembali kepada tugasnya sebagai ketua murid, ia dan Yuya diharuskan menertibkan murid-murid Hogwarts. Dan setiap malam mereka wajib melakukan patroli guna berjaga-jaga jika ada murid bandel yang melanggar tata tertib yang sudah ditetapkan. Namun kini sepanjang lorong yang gelap itu, Kei hanya bisa bersungut-sungut kesal. Menyesali bagaimana ia sampai lupa jamnya berpatroli. Sungguh hal ini membuat harga dirinya serasa jatuh di mata Yuya.

***


Di ujung koridor di dekat pintu aula besar, seorang gadis tersenyum manis sambil melambaikan tangannya pada pemuda jangkung yang terlihat berjalan tergesa-gesa ke arahnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Yuuri, ada apa kau memanggilku malam-malam begini? Bagaimana kalau sampai si tua bangka Yabu  dan kucing bodohnya memergoki kita di sini?” ujar pemuda itu setengah berbisik dengan nada cemas.

“Yuto, aku ke sini karena ingin menyerahkan sesuatu yang penting padamu,” ujar gadis itu tanpa beban sambil merogoh saku jubahnya mencari-cari sesuatu.

“Benda apa yang ingin kau berikan padaku sampai kau nekad menemuiku malam-malam begini, Yuuri? Apa kau sudah gila?” ujar Yuto lagi yang semakin panik dan sesekali memandang ke sekelilingnya sekedar berjaga-jaga jika ada orang yang memergoki mereka.

“Ini. Ambillah. Aku mencurinya dari anak-anak Slytherin tadi,” ujar Yuuri menyerahkan sesuatu menyerupai tumbuhan. Melihat itu alis Yuto menjadi terangkat.

“Bukannya ini mistletoe?” tanya Yuto sedikit tak yakin.

“Yeah, tak salah lagi. Kurasa aku tak perlu menjelaskan lagi khasiat tumbuhan ini padamu, 'kan?” ujar Yuuri dengan senyuman manis ke arah saudaranya itu.

“Tapi—aku—untuk apa mistletoe ini untukku?”

Mendengar pertanyaan polos Yuto itu membuat Yuuri mesti menghela napas panjang,”Oh, Yuto, tak kusangka kau jauh lebih bodoh dari yang kuduga,” Yuuri menatap dalam-dalam ke arah mata saudaranya itu. ”Yuto, aku tahu kau suka 'kan dengan Kei? Kau tidak dapat membohongi itu dariku. Dan demi Merlin, aku orang pertama yang berbahagia bila kalian berdua bersatu. Untuk itu, Yuto, kuharap mistletoe ini dapat menjadi langkah awal bagimu untuk mendapatkan hatinya. Berjuanglah Yuto. Aku yakin kau pasti bisa menaklukkan hati Kei. Dan mesti bisa!” ujar Yuuri menatap Yuto dengan tatapan tolong-jangan-kecewakan-aku-atau-kau-akan-menyesal.

Menerima tatapan mengerikan seperti itu, Yuto pun terpaksa mengiyakan permintaan adik perempuan satu-satunya itu. Dan setelah dipikir, ide Yuuri itu tak begitu buruk menurutnya. Well, seperti yang dikatakan oleh adiknya itu, ia sebenarnya telah lama menaruh hati pada nona-tahu-segala—Kei Inoo. Yeah, mungkin dia akan memulai melakukan pendekatan dengan mistletoe pemberian adiknya itu.

Seperti yang telah diketahui di dunia sihir—khususnya di kalangan murid-murid Hogwarts—bahwa mistletoe adalah sejenis tumbuhan yang paling ampuh untuk mendekati lawan jenis. Yeah, tumbuhan dengan bentuk menjalar ini dapat membuat seseorang yang berdiri tepat di bawahnya akan kehilangan kemampuan bergeraknya. Dan satu-satunya cara yang dapat menolongnya adalah sang korban harus mendapat ciuman dari lawan jenisnya. Dengan alasan inilah tumbuhan mistletoe ini sangat populer di kalangan murid-murid Hogwarts yang ingin mendekati lawan jenisnya. Kini giliran Yuto yang mencobanya. Ia tersenyum sendiri membayangkan hati Kei nanti akan menjadi miliknya.

***

To Be Continue...

Bagikan Yuk :




Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar