[REVIEW] The Kingdom of Dreams and Madness (2013)


Sepanjang menonton ini, saya dibuat terpana, sesekali terharu, sebelum dibuat lebih terpana lagi. 

Sempat menyayangkan, kenapa telat menonton "The Kingdom of Dreams and Madness" ini. Di sini, tak hanya dapat melihat bagaimana tiga sahabat (Hayao Miyazaki, Isao Takahata, dan Toshio Suzuki) ini saling menemukan dan mendorong satu sama lain untuk lebih baik, tapi juga menonton ini seakan-akan membuat impianmu dilipatgandakan. Terutama ketika melihat semangat dan kerja keras Miya-san yang luar biasa.


Amat terperanjat sewaktu Miya-san mengaku dirinya menderita manic-depressive. Bahkan, Miya-san berkata,"Aku harus meminum pil tidur. Bagaimana lagi aku bisa tertidur?" (Hal ini menambah panjang daftar orang-orang hebat yang menderita gangguan ini).

Lalu, berbicara tentang Takahata-san... Dulu saya pernah mengatakan bahwa saya mendapati ada cukup banyak kesamaan antara saya dan beliau. Dan setelah menonton ini, keyakinan saya akan hal itu naik semakin tinggi. 

Kebalikan dengan Miya-san yang disiplin dan pekerja keras, menurut Toshio, Takahata-san tidak pernah menyerahkan filmnya tepat waktu atau sesuai anggaran. Staf Ghibli lainnya sependapat kalau Takahata-san sangat buruk dengan penjadwalan. (Nah, ini salah satu kesamaan saya dan Takahata-san. Dulu, saya pernah ikut sebuah lomba (di bidang seni), dan pada saat waktunya sudah habis, saya belum selesai dengan karya saya. Alhasil, juri memberi tambahan waktu dan bilang,"Tenang. Lanjutkan saja. Saya mengerti, seniman seharusnya tidak bekerja dengan dibatasi waktu." Kata-kata juri itu masih terekam hingga sekarang. Karena hal itu begitu berkesan bagi saya)

Nah, kembali membahas Takahata-san--lantaran sifat beliau yang unik itu, Toshio sampai berkata, "Dalam usaha membuat film Takahata berhasil tercapai, aku membutuhkan seseorang yang bisa bersama dia 24 jam sehari." 

Bahkan Miya-san tak segan-segan mengatakan kalau Takahata-san memiliki gangguan kepribadian lantaran tak mengerti lagi tentang kenyentrikan sahabatnya yang satu itu. Miya-san juga bilang kalau sebenarnya Takahata-san berusaha untuk tidak menyelesaikan filmnya. 

Yah, tapi syukurlah, walaupun hampir semua orang sudah tidak yakin film garapan Takahata-san rampung, akhirnya pada November 2013, "The Tale of the Princess Kaguya" akhirnya tayang dan dikabarkan menjadi karya terakhirnya. Butuh waktu 14 tahun bagi beliau untuk membuat karya lagi setelah My Neighbors the Yamadas (1999).

Saya melihat betapa unik hubungan antara Miya-san dan Takahata-san. Keduanya bersahabat, memuja satu sama lain, namun bersaing dengan keunikan karyanya masing-masing. Sejujurnya, sangat tidak adil bila harus membandingkan karya keduanya. Sebab, karya mereka adalah gambaran kepribadian mereka sendiri. Orang-orang di sekeliling bahkan tak tahu siapa yang cahaya dan siapa yang bayangan di antara keduanya.

Miya-san selalu membuat karya tentang dunia yang penuh sihir, keindahan dan keajaiban, sementara Takahata cenderung mengajak kita merenung dan menutup karyanya dengan kesedihan yang getir.

Hal yang membuat saya tersenyum adalah fakta bahwa Miya-san menyebut Takahata paling tidak satu hari sekali.


Sayang sekali, di sini tak banyak menyorot Takahata. Hampir seluruhnya adalah tentang Hayao Miyazaki. Hal ini semakin memperjelas gambaran misterius seorang Isao Takahata di benak saya. Orang yang kabarnya seorang perenung sejati.

Lalu, saat obrolan bergulir membahas tentang masa depan Studio Ghibli, di situ saya benar-benar merasa sedih sebelum akhirnya terpesona dengan jawaban Miya-san tentang hal itu.

"Masa depannya sudah jelas," begitu kata Miya-san. "Aku sudah bisa melihatnya. Untuk apa khawatir. Itu tidak bisa dihindarkan. "Ghibli" hanyalah nama acak yang kudapatkan dari sebuah pesawat terbang. Itu hanyalah sebuah nama."
Bagikan Yuk :




Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar