CHOCOLATE STRAWBERRY # 7


Author : Wintervina
Genre  : Romance 
Cast    : Yamada Ryosuke (HSJ), Nakajima Yuto (HSJ), Chinen Yuri (HSJ), Shida Mirai, and Nishiuchi Mariya
Type   : Multi-chapter

---------------------------------------------------------------------------------
Chapter 7


[Author’s POV]



Semua bertanya-tanya kenapa Yamada Ryosuke tidak masuk sekolah hari ini. Bahkan teman terdekatnya sekalipun, Nakajima Yuto dan Chinen Yuri tidak mengetahui alasan ketidakhadiran Yamada Ryosuke.
Yang terlihat begitu panik adalah Nishiuchi Mariya. Dia terus menatap stroberi cokelat buatannya dengan lesu. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Yama-chan, namun selalu gagal. Email yang ia kirim pun tak kunjung mendapatkan balasan. Entah kenapa kali ini perasaannya benar-benar tidak nyaman. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada orang yang begitu ia sayangi. Sementara di tempat lain, Shida Mirai dengan rapi menyembunyikan kecemasannya akan ketidakhadiran Yamada Ryosuke hari ini. Ia bersikap seolah-olah ketidakhadiran Yamada Ryosuke adalah sesuatu yang biasa saja dan tidak memberikan pengaruh apapun baginya. Namun sesungguhnya sejak tadi pikirannya hanya tertuju pada Yamada Ryosuke saja.

***
                                                   
[Yamada’s POV]

Kepalaku sakit. Lagi. Aku tidak dapat bangun dari tempat tidurku. Badanku terasa begitu berat. Dan seperti ada jutaan jarum yang menusuk kepalaku. Aku sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini.

Sebentar lagi aku dapat menemuinya…
Tinggal sebentar lagi…

Bayangan itu berkelebat di benakku. Aku dapat melihatnya dengan jelas!! Bayangan yang paling kubenci! Ibu yang sedang menangis…

# Flashback 7 bulan yang lalu #

Aku mendekati ibu yang sedang menangis dengan takut-takut. Hatiku begitu sakit melihat wanita yang paling kucintai menangis. Dan ini adalah pertama kalinya ibu menangis di depanku. Aku paling benci melihat ibu menangis! Aku juga membenci orang yang berani-beraninya membuat ibuku menangis. Tapi sekarang ibuku sedang menangis karena aku!! Aku! Alasan yang tepat bagiku untuk membenci diriku sendiri!

“Ibu…, ” ujarku pelan nyaris tak terdengar sambil berjalan takut-takut mendekati ibuku.

“Apa kamu bilang?! Ibu?!! Cih! Aku tak sudi punya anak sepertimu!” sahutnya masih sambil menangis namun tanpa menolehku.

“Ibu…,” ujarku lagi namun kali ini dengan nada gemetar menahan tangis.

“Hentikan untuk terus memanggilku Ibu!! Kamu bukan anakku!! Kamu bukan bagian dari keluarga Yamada!! Aku tidak punya anak. Anakku telah mati…, ” sahut Ibu sambil menangis semakin keras. Tangisannya semakin menyayat hatiku.

Aku hanya dapat berdiri terpaku menatapnya yang sedang menangis. Aku ingin berbuat sesuatu untuk menghiburnya. Tapi aku tahu sekarang semuanya akan sia-sia. Dia takkan pernah lagi menganggapku sebagai anakknya. Tak akan pernah...

“Kau!! Kenapa kau masih berdiri di situ?! Pergi!!! Cepat pergi dari hadapanku! Aku tak sudi melihat wajahmu lebih lama lagi! Pergiii!!” teriaknya mengagetkanku. Aku pun segera berlari dengan ketakutan masuk ke dalam kamar. Mengunci diri dalam kamar dan mulai menangis.

# Flashback End #
                                                        
Karena cintaku…
Aku ingin pergi bersamanya…
Selalu bersama…

Sialan!! Bayangan terkutuk ini kenapa kembali menghantuiku?! Kenapa harus bayangan ini yang berputar di otakku?!


# Flashback 7 bulan yang lalu #



“Ibuuuuu!! Ibu jangan pergii!  Jangan tinggalkan aku, Bu!” teriakku  sambil menangis mengguncang-guncang tubuh ibu yang sudah tak bernyawa. Darah segar melekat di bajuku saat aku memeluk raga ibuku.
Tak lama kemudian, kudengar langkah kaki berlari mendekatiku.

“Dasar anak sialan!!!” teriak ayahku yang mendorong tubuhku keras sehingga pelukanku pada ibu terlepas.
Kulihat ayah sama sedihnya denganku saat melihat istri yang begitu ia sayangi meninggalkannya untuk selamanya. Tak lama kemudian, ia pun menatapku tajam.

“Kau lihat sekarang!! Dia telah pergi!! Dia telah pergi meninggalkanku!!” ujarnya sambil menangis. 

“Seandainya aku tak pernah mengangkatmu sebagai bagian dari keluarga Yamada, pasti semuanya tak akan pernah terjadi! Dan kau lihat sekarang!! Istriku mati!! Istriku mati karena kau!!” teriaknya sambil menunjukku. Jujur aku begitu ketakutan. Selama ini ayah tak pernah bersikap kasar dan membentakku sekalipun.


“Kenapa harus dia yang mati?! Aku lebih senang jika kaulah yang mati!! Ya, seharusnya kau lah yang mati! Anak pembawa sial!!“ ujarnya terus berteriak dan mengataiku dengan kata-kata yang kasar.

Aku begitu takut. Segera aku berlari mengunci diri di kamar. Aku tak punya tempat pelarian lain selain kamarku. Karena aku tak punya siapa-siapa yang dapat menolongku. Aku sebatang kara sekarang. Benar-benar kesepian. Aku tak tahu siapa keluargaku yang sebenarnya. Aku hanyalah anak yatim piatu yang diambil dari sebuah panti asuhan untuk diangkat sebagai anak oleh keluarga Yamada. Begitulah yang aku dengar dari ayah beberapa hari yang lalu. Ayah mengambilku sebagai anak saat aku masih berumur beberapa hari. Dan itu dilakukan tanpa sepengetahuan ibu.

Ayah dan ibu telah lama menikah namun tak kunjung dikaruniai anak. Saat pernikahan mereka memasuki tahun ke-5, ibu pun dinyatakan hamil. Namun sayangnya bayi mereka meninggal beberapa saat setelah dilahirkan. Hal tersebut tidak diketahui oleh ibu. Sampai akhirnya ayah mengambilku dari panti asuhan karena mengkhawatirkan keadaan ibu jika tahu putra kandungnya sebenarnya sudah tiada.

Ayah dan ibu memperlakukan aku dengan manis. Apapun yang aku mau mereka berikan. Mereka benar-benar memperlakukan aku layaknya seorang raja. Sampai akhirnya semua kebenaran tersebut mesti terungkap...

Ibu tau kalau aku bukan anaknya! Ia tahu dari golongan darahku yang berbeda dengannya dan ayah. Ya, waktu aku tertabrak mobil sebulan yang lalu, aku kehilangan banyak darah. Saat itulah semua rahasia yang selama ini ayah tutup rapat dari ibu dan juga aku terbongkar.  Aku bukan bagian dari keluarga Yamada!!



Lantas aku ini siapa?!

Orang yang aku anggap sebagai ibu dan ayahku selama ini berubah menjadi menakutkan! 
Bahkan yang paling buruk, aku telah menyebabkan kematian wanita yang kuanggap sebagai ibu selama ini. Ia memilih menyayat nadinya daripada hidup bersamaku lagi!




# Flashback END #

“Ibu…,” ujarku sambil memegang erat kepalaku  yang semakin bertambah sakit saja. seperti ada yang menusuk-nusuk tajam di kepalaku. Gelap. Pemandangan di depanku semuanya menjadi gelap.

Kau telah melepaskan genggaman tanganmu…
Sekuat tenaga aku ingin menggenggam kembali tanganmu…
Tapi jarakmu semakin jauh…


[Yuto’s POV]

Entah kenapa perasaanku tidak enak. Sepertinya ada sesuatu yang buruk telah terjadi pada Yama-chan. Untunglah pelajaran terakhir segera usai. Aku, Chinen, Mirai ,dan Mariya segera bergegas menuju rumah Yama-chan. Kami menggedor pintu rumahnya. Tak ada sahutan. Terpaksa aku dan Chinen memutuskan untuk mendobrak pintu rumah Yama-chan. Saat telah masuk ke rumahnya, tempat yang menjadi tujuan pertamaku adalah kamarnya! Benar saja.  Anak itu ada di kamarnya. Ia terlihat sedang tidur. Aku pun membangunkannya. Astaga! Ia bukannya sedang tidur, melainkan pingsan! Dengan panik aku segera memanggil yang lainnya dan kami segera membawanya ke rumah sakit.

Aku benar-benar tak pernah sepanik ini. Tak tahu kenapa, perasaanku terus tak nyaman sejak tadi. Ada apa sebenarnya dengan anak itu? Yama-chan baka!! Selalu saja ingin menanggung semua masalahnya sendiri! Apa gunanya ia punya aku dan Chinen? Kami berdua walaupun tidak dapat membantunya, paling tidak tahu permasalahannya. Apa gunanya kami berteman sejak TK kalau masih saja ada yang harus kami rahasiakan satu sama lain?

Aku mencoba menghubungi ayah Yama-chan yang sekarang berada di Seoul. Ia harus tahu kondisi Yama-chan saat ini. Aku yakin sekarang Yama-chan begini bukan karena kelelahan seperti yang selama ini menjadi alasannya. Ada hal lain yang tampaknya dirahasiakannya dari kami.

Moshi-moshi~ Paman, ini aku Yuto. Aku ingin bilang kalau sekarang Yama-chan ada di rumah sakit. Dokter masih memeriksa keadaannya. Aku sangat mengkhawatirkan keadaannya.”

“Kamu hanya membuang-buang waktumu untuk memberitahuku tentang ini. Karena aku sama sekali tidak peduli lagi dengan anak itu. Terserah dia akan bagaimana. Aku tak ingin tahu,” sahut suara dari seberang.

“Maaf, aku sama sekali tidak mengerti maksud Paman...”

“Asal kau tahu saja. Anak itulah yang menyebabkan kematian istriku! Orang yang begitu aku sayangi. Makanya aku sangat ingin dia mati. Hahaha~” ujar suara di seberang dengan tawanya yang membuatku ngeri.

***
                                                                  


[Shida’s POV]

Aku sangat mengkhawatirkan Si Gendut. Tolonglah. Aku mohon. Jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk padanya. Karena aku tak sanggup untuk mengetahuinya. Namun tampaknya Tuhan tak mendengarkan permohonanku kali ini.

Lututku lemas saat mendengar perkataan dokter barusan. Kanker otak! Si Gendut! Tidak! Tidak mungkin! Ini pasti salah! Hahaha~ Mana mungkin Si Gendut yang begitu sehat bisa punya penyakit mematikan seperti itu. Aku berusaha menghibur diriku sendiri. Walau airmataku telah berlomba keluar dari kedua sudut mataku.
Bukan hanya aku. Mariya juga sama sedihnya denganku. Bahkan tubuhnya bergetar  menahan tangis. Namun Chinen segera memeluknya.

Stadium 4! Bagaimana aku tidak kaget setengah mati?  Kanker otak Si Gendut telah sampai pada stadium 4! Dan kata dokter, waktu Si Gendut sudah tidak lama lagi. Aku tidak mau kehilangan Si Gendut! Aku tidak pernah mau~

***
                                                                  
[Mariya’s POV]

Tuhan, kali ini aku benar-benar takut. Takut kalau aku mesti kehilangan Yama-chan. Aku masih belum siap untuk kehilangan dia sekarang. Tolong, berilah aku sedikit waktu lagi bersamanya. Aku janji akan selalu membuatkan stroberi cokelat untuknya setiap hari. Tak peduli dalam keadaan sakit pun, aku akan membuatkannya stroberi cokelat yang begitu ia sukai itu.

Sekarang sudah hari ketiga sejak ia masuk rumah sakit. Dan ia masih belum sadarkan diri juga. Aku sungguh takut sekali. Aku ingin ia segera bangun. Aku ingin melihat senyumannya yang begitu aku sukai.

“Mirai… Mirai-chan~”

Aku kaget. Tadi itu suara Yama-chan?

“Mirai-chan~”

Mirai?? Kenapa malah mengigau memanggil Mirai??

Hatiku sedikit sakit mendengar hal itu. Sebenarnya apa hubungan Mirai-chan dengan Yama-chan? Kenapa Yama-chan terus-menerus mengigau memanggil nama Mirai-chan? Berbagai pertanyaan bermunculan di benakku.


***

                                                                        
[Shida’s POV]

Untunglah Si Gendut akhirnya sadar. Perasaanku sedikit lega. Saat aku menjenguknya bersama Yuto , wajahnya masih terlihat pucat.

“Mirai-chan, bisakah kau kemari sebentar?” ujarnya kepadaku. Tentu saja aku sangat kaget. Dengan ragu, aku berjalan mendekati Yama-chan yang masih terbaring lemah di tempat tidur.  Mariya yang tadinya duduk di samping Yama-chan malah mempersilahkan aku untuk duduk di tempat yang tadinya ia duduki.

Doushite?” tanyaku saat telah duduk di samping tempat tidurnya.

“Aku ingin makan stroberi cokelat. Mau kan kamu membuatkan stroberi cokelat untukku?” tanyanya sambil menatapku lekat.

“Kalau hanya stroberi cokelat, aku juga bisa membuatkannya untuk Yama-chan. Lagian bukankah itu memang tugasku untuk membuatkan stroberi cokelat setiap harinya untuk Yama-chan?” ujar Mariya sambil menatap tak suka ke arahku.

“Tapi kali ini aku hanya ingin stroberi cokelat buatan Mirai. Bisakan Mirai-chan buatkan untukku?” tanyanya yang kembali menatap lekat ke arahku.

Aku tak bisa berkata-kata. Hanya mengangguk patuh pada pemintaannya. Aku dapat melihat Mariya dan Yuto yang saling berpandangan tak mengerti .

[Yamada’s POV]

Entah kenapa setiap kali melihat wajahnya, aku seolah mendapat kekuatan. Mirai. Sejak pertama kenal dia, aku begitu menyukainya. Gadis yang begitu periang dan bersemangat. Aku begitu iri padanya. Aku ingin mempunyai semangat seperti dia. Sampai sekarang aku masih menginginkan itu. Walau aku tau hidupku akan segera berakhir dalam hitungan detik lagi.

Sengaja aku memintanya membuatkan stroberi cokelat untukku. Setidaknya jika aku mati, aku telah mencicipi stroberi cokelat buatan wanita yang begitu kusukai setelah ibuku tentu saja.

Apakah aku hampir menggenggam tanganmu?
Tolong tunggu aku…
Sedikit lagi aku akan menggengam kembali tanganmu
                                                     
[Mariya’s POV]

Kenapa? Kenapa malah di saat-saat seperti ini Yama-chan malah ingin bersama Mirai-chan? Hatiku benar-benar sakit sekali.  Aku tak sanggup melihat semuanya. Kenapa harus Mirai?!

“Sudahlah, Mariya-chan. Tenangkan dirimu. Percayalah. Yama-chan tidak bermaksud apa-apa. Dia memang dekat dengan Mirai-chan jauh sebelum kau datang. Bahkan mereka juga telah begitu dekat sebelum aku dan Mirai-chan berpacaran.  Mereka hanya bersahabat. Kau jangan berprasangka yang bukan-bukan,” ujar Yuto menenangkanku. Aku hanya bisa menangis dipelukan Yuto saat ini. Aku hanya berharap apa yang Yuto  katakan itu benar. Bahwa Yama-chan dan Mirai-chan hanya bersahabat. Tak lebih dari itu.

***
                                                              
[Shida’s POV]

Aku memotong stroberi cokelat buatanku dan memberikannya pada Si Gendut. Aku menatapnya yang memakan stroberi cokelatku tanpa berkedip. Aku khawatir kalau rasanya sangat kacau. Maklum, ini adalah pertama kalinya aku membuat kue. Itu pun karena permintaan dari Si Gendut.

“Bagaimana?” tanyaku penasaran meminta pendapatnya.

Ia bukannya menjawab, malah menatapku lekat.

Doushite? Nggak enak ya? Yappa~” ujarku cemas.

“Kenapa rasanya bisa begitu persis dengan stroberi cokelat buatan ibuku?” tanyanya dengan tatapan heran padaku.

“Hahaha~ Kau pasti bercanda~ Dasar Gen-, Ano maksudku Yam-“

“Sudah. Panggil saja aku Gendut. Bukannya kamu bilang dulu mau panggil aku Gendut selamanya?”

“Hahaha~ Rupanya kau masih mengingatnya,” ujarku yang sedikit tak nyaman karena mendapat tatapan dari dua orang sekaligus! Yuto dan Mariya! Aduh, bagaimana ini??

“Jadi kenapa rasanya bisa persis dengan buatan ibuku?” ujarnya mengulang kembali pertanyaannya.

“Kalau itu, aku nggak tahu. Aku hanya mengikuti resep yang ibuku berikan.”

Souka~”

Namun tiba-tiba Mariya keluar dari ruangan tempat Si Gendut  dirawat. Yuto segera mengejarnya. Aku sungguh merasa bersalah.

“Biarkan saja. Aku ingin berdua dengan Mirai-chan. Sebentar saja~”ujar Si Gendut yang seolah mengerti jalan pikiranku.

[Yamada’s POV]

Aku tahu waktuku tinggal sebentar lagi. Aku hanya perlu ia ada di sampingku di saat-saat terakhir ini. Gadis penyemangatku. Aku hanya ingin mengingatnya sampai aku pergi nanti.

Tiba-tiba saja aku merasakan sakit yang luar biasa kembali meyerang kepalaku. Aku tak bisa melihat wajah Mirai dengan jelas lagi. Kabur! Semuanya terlihat kabur!

“Gendut, Gendut kau kenapa?!”ujar Mirai-chan panik. Aku bisa mendengar langkah-langkah kaki yang berjalan mendekatiku saat mendengar teriakan Mirai.

“Yama-chan, bertahanlah Yama-chan. Aku akan segera panggilkan dokter!” ujar suara yang begitu aku kenal. 

Chinen-kun. Teman yang selama ini begitu baik padaku. Rupanya dia baru bisa datang menjengukku.

“Ja..ngan…” ujarku nyaris berbisik. Napasku terasa sesak. Seakan ada sesuatu yang berat menimpa dadaku.

“Yama-chan! Yama-chan berjuanglah! Kau tidak boleh pergi!” ujar seseorang menggenggam tanganku. Aku dapat merasakan air matanya yang jatuh menetes di wajahku. Mariya. Ia begitu erat menggenggam tanganku.

“Yama-chan, jangan bilang kau akan menyerah!  Aku tak akan memaafkanmu. Apa kau tak ingin bermain bersama aku dan Chinen lagi? Untuk itu kau harus berjuang. Mariya-chan juga akan selalu membuatkan stroberi cokelat kesukaanmu,” kali ini giliran Yuto yang berbicara.

Kemana Mirai-chan?? Napasku semakin sesak.

“Mirai…”

“Kenapa, Gendut?” ujarnya kemudian yang telah berada kembali di sampingku.



“Kau tahu…, aku sangat suka stroberi cokelat 'kan?” ujarku dengan menahan rasa sakit yang semakin menyerangku.

“Tentu saja, Gendut!” ujarnya dengan nada bergetar. Aku tau pasti sekarang ia sedang menangis. Walaupun aku tak begitu melihat dengan jelas, namun hatiku semakin sedih melihat Mirai, penyemangatku menangis seperti itu.

“Aku…, aku suka stroberi cokelat itu sama seperti aku suka… Mirai-chan~” Tiba-tiba saja paru-paruku serasa semakin menyempit. Kepalaku serasa ditusuk oleh jutaan paku.

Gelap…

Semuanya menjadi gelap…

Kini aku benar-benar telah menggenggam kembali tanganmu
Tak akan ada lagi yang dapat memisahkan aku denganmu…
Tak akan ada…


[Mariya’s POV]

Aku akhirnya mengetahuinya. Sesuai dugaanku. Yama-chan menyukai Mirai-chan. Aku benci diriku sendiri! Mengapa mesti menjadi penghalang hubungan mereka?! Maafkan aku Yama-chan. Seandainya aku tahu semua sejak awal. Namun semua telah terlambat. Yama-chan telah pergi. Tubuhku terasa begitu lemas. Aku masih belum siap kehilangan Yama-chan.

“Dasar Gendut! Baka, kenapa baru katakan semua ini? Aku juga menyukaimu…” ujar Mirai-chan yang menangis memeluk Yama-chan yang sudah tak bernyawa lagi.

Melihat semua itu, membuat perasaanku semakin remuk. Aku benci dengan kenyataan ini!
Mirai-chan terus menangis memeluk Yama-chan yang hanya tinggal raganya itu. Sementara Yuto segera keluar, tampaknya ia sama sepertiku. Sama-sama merasa bersalah karena berada di antara Yama-chan dan Mirai-chan selama ini. Atau mungkin juga ia sangat sedih kehilangan sahabat sepermainannya sejak kecil itu.

“Mirai-chan!” teriakan Chinen mengagetkanku.

Entah seberapa beratkah kesedihan yang dialami Mirai-chan hingga ia tak sadarkan diri. Aku membantu Chinen mengantar Mirai yang masih tak sadarkan diri masuk ke dalam mobil Yuto-kun. Untunglah tak lama kemudian Yuto datang, entah darimana. Ia pun lalu membawa Mirai pulang.

Gomen ne, Yama-chan... Ujarku berulang-ulang kali dalam hatiku.



***

                                                                 
[Shida’s POV]

Sekarang aku ingin menghirup udara pagi di taman. Entah kenapa, seminggu setelah kepergian Si Gendut, aku masih tetap saja tak bisa berhenti untuk mengingat semua tentangnya. Semuanya. Semua tentang Si Gendut terekam sempurna di otakku. Ajaib memang.

# Flashback #

“Genduuuuut!” 

“Sudahku katakan berkali-kali, jangan panggil aku Gendut!” 

“Kenapa? Kenapa nggak senang dipanggil gendut? Kan kenyataannya memang seperti itu 'kan? Jadi untuk apa kamu marah? Hahaha.”

# Flashback end #

Yamada Ryosuke. Gomen ne. Sesungguhnya kamu tidak gendut, kok. Aku hanya suka saja melihat tampang kesalmu saat aku memanggilmu Gendut. Wajahmu yang sedang kesal terlihat sangat lucu. Sungguh! Tapi saat pertama kali melihatmu tersenyum, kau langsung merebut hatiku dengan senyumanmu. Kawaii. Kau tahu senyumanmu itu manis? Tapi kenapa kau sulit sekali untuk tersenyum?? 
Gendut, aku begitu menyukaimu. Suka. Suka. Suka…

Kalau kau begitu menyukai stroberi cokelat, maka rasa sukaku padamu melebihi rasa sukamu pada stroberi cokelat itu…

Hontou ni, arigatou…
Karena telah balik menyukaiku…
Semoga kamu sekarang tenang di sana…
Aku di sini akan selalu menyukaimu sampai kapanpun…

***

[Author’s POV]




Sejak kematian Yamada Ryosuke, hubungan antara Shida Mirai dan Nakajima Yuto berakhir dengan sendirinya. Sementara Nishiuchi Mariya tak pernah lagi datang ke sekolah. Kabarnya ia pindah keluar Jepang. Tapi tak ada yang tau persisnya di mana.

--Owari--
Bagikan Yuk :




Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar